a.
Ketentuan
Umum
Judul Buku :
FIQH USHUL FIQH
Pengarang/penulis :
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.si. dan Drs. H. Januri, M.Ag
Penerbit : CV. Pustaka
Setia
Kota Penerbit :
Bandung
Tahun Terbit :
2008
Jumlah Halaman :
305 halaman
Indeks :
Tidak Ada
Daftar Pustaka :
Ada
Transliterasi Arab-Indonesia: Ada
Biodata Penulis :
Ada
Kata Pengantar :
Ada
ISBN :
Tidak Ada
b.
Isi
Buku secara umum : Sebagai
Berikut
BAB
I
Pengertian
Fiqh dan Ushul Fiqh
A.
PENGETIAN FIQH
Menurut bahasa,”fiqh” berasal dari
kata “faqiha yafqahu-fiqhan” yang berarti mengetahui atau paham. Al-Fiqh
menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti (al-‘ilm bisya’i ma’a
al-fahm). Ilmu fiqh merupakan ilmu yang mempelajari ajaran islam yang disebut
dengan syariat yang bersifat amaliah (praktis) yang di peroleh dari dalil-dalil
yang sistematis. Menurut pengertian fuqaha (ahli hukum islam), fiqh merupakan
pengertian zhanni (sangkaan=dugaan) tentang hukum syariat yang berhubungan
dengan tingkah laku manusia.
Perbedaan yang terjadi di kalangan
fuqoha berupakan bagian dari kajian ilmu fiqh dan ushul fiqh, jika terjadi
pertentangan dapt di lakukan solusi sebagai berikut:
1. Thariqah
al-jam’i, yaitu mengkompromikan kedua pendapat yang bertentangan sehingga keduanya
dapat dilaksanakan, yang dalam bahasa ilmiah disebut dengan sintesis.
2. Nasikh-mansukh,
yaitu mencarai dalil yang datang lebih dulu dan yang kemudian untuk diketahui
apakah dalil yang datang kemudian menghapus kandungan hukum dalil yang pertama.
3. Tarjih,
yaitu menetapkan dalil yang terkuat baik dari segi riwayat maupun sanadnya,
bahkan dari segi matannya, sebab meskipun riwayat dan sanadnya sahih, jika
matannya bertentangan dengan ayat Al-Quran, tentu harus di tinggalkan.
4. Tawaquf,
yaitu tidak melakukan pemecahan masalah dengan tiga hal di atas, karena takawuf sebagai alternatif terakhir. Permasalahan yang
bertentangan dinyatakan sebagai status quo, menunggu di temukannya keterangan
lain atau informasi yang lebih akurat mengenai masalah yang bersangkutan.
Perbedaan yang berkaitan dengan
pemahaman ulama atau fuqaha atas ajaran islam tidak akan dapat dihilangkan karena
perbedaan adalah hukum alam.
Upaya ijtihad untuk memecahkan
masalah yang berkaitandengan hukum islam , yang secara substantif terdiri atas
hal-hal berikut:
1. Berijtihad
untuk mengeluarkan hukum dari zhahir nash, apabila persoalam itu dapat
dimasukkan ke dalam lingkungan nash mutlak atau muqayyad, nasikh atau tidak ada
yang mansukh, dan sebagainya.
2. Berijtihad
dengan mengeluarkan hukum yang tersirat dari jiwa dan semangat nash itu dengan
cara memeriksa lebih dulu apakah yang menjadi illat manshushah atau mustanbathah atau
biasa di kenal dengan nama Qiyas.
3. a.
Qiyas
b. ijma
c. istishhab
d. istisan
e. mashalih
al-mursalah
Ijtihad lahir karena adanya
ayat-ayat Al-quran yang maknanya masih memerlukan penafsiran. Para mujtahid
adalah manusia biasa yang memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu perbedaan pun tidak dapat dihindarkan. Latar belakang terjadinya
perbedaan adalah sebagai berikut:
1. Para
fuqaha memiliki potensi intelektual yang berbeda
2. Guru
dan latar belakang pendidikan yang beragam
3. Metode
dan pendekatan yang berbeda
4. Latar
belakang sosial-polotik yang berbeda
5. Sumber
rujukan yang berbeda
6. Kepentingan
pribadi, kelompok dan situasi kondisi yang berbeda dan
7. Institusi yang menjadi tempat bernaungnya para
fuqaha berbeda-beda
B.
KESAMAAN
TERMINOLOGIS ANTARA FIQH DAN SYARIAT
Fiqh atau syariat atau hukum
adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang
bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat dan memaksa. Hukum itu sendiri di
artikan sebagai menetapkan sesuatu atas sesuatu yang lain, yakni menetapkan
sesuatu yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh di lakukan.
Persamaan fiqh dan syariat adalah
dalam konteks ajaran yang diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia di
dunia yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Perbedaanya, syariat bersifat
tekstual, hanya apa yang tertuang dalam Al-Quran dan As-Sunnah tanpa ada campur
tangan manusia, sedangkan Fiqh bersifat lebih fungsional karena teks-teks
syariat di tafsirkan dan di pahami secara mendalam sehingga mudah di amalkan
atau di lakukan oleh
manusia. Fiqh menciptakan rukun dan syarat, sah dan batalnya suatu perbuatan
amal manusia. Syariat tidak menciptakan yang demikian.
Di
kalangan ahli ushul fiqh (ushuliyyin), fiqh diartikan sebagai hukum praktis
hasil ijtihad, sedangkan dalam kalangan ahli fiqh, fiqh di artikan sebagai
kumpulan hukum islam yang mencakup semua aspek hukum syar’i, baik yang tertuang
secara tekstual maupun hasil penalaran atas teks itu sendiri.
Aspek-aspek
kesyariatan yang dipahami melalui pendekatan fiqiyah adalah semua aturan yang
berawal dari berbagai teks ilahiyah yang mengandung perintah, larangan, maupun
semata-mata sebagai petunjuk.
Fiqh
fuqaran adalah ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha beserta
dalil-dalilnya mengenai masalah-masalah, baik yang di sepakati maupun yang di
permasalahkan dengan membandingkan dalil masing-masing, untuk menemukan dalil
yang paling kuat.
Muqaranah
berarti membandingkan, baik permasalahannya maupun dalil-dalilnya, dan ini pula
yang menjadi maudhu atau objek fiqh muqaran. Adapun sasaran pembahasannya
adalah antara lain:
1.
Hukum-hukum
amaliah baik yang disepakatin maupun yang di perdebatkan para mujtahid
2.
Dalil-dalil
yang dijadikan dasar oleh para mujtahid.
3.
Hukum-hukum
yang berlaku di negara para muqarin hidup.
Makna
harfiah syariat adalah jalan menuju sumber kehidupan. Secara etimologi syariat
adalah jalan yang dilalui air untuk diminum atau tangga tempat naik yang
bertingkat-tingkat. Secara terminologi syariat adalah hukum-hukum yang berasal
dari Allah SWT yang di berikan atau di amanatkan kepada para nabi-Nya.
Tiga
masalah dalam ajaran islam yang terdapat dalam Al-Quran adalah keimanan,
akhlak, dan perbuatan fisikal yang berhubungan dengan perintah, larangan dan
lain-lain.
C.
PEMBAGIAN ILMU
FIQH
Fiqh
itu bukan syariat, melainkan bagian kecil dari syariat. Hal ini dapat dilihat
dari cara syariat islam dalam penetapan dan pengelompokan hukum, yakni
pengelompokan pada dua bagian ibadah dan muamalah. Sesuai dengan tujuan agama
islam yaitu mensejahterakan umat manusia, agar tujuan itu tercapai maka
hubungan antara manusia dengan penciptanya dan hubungan manusia dengan manusia
lainnya harus seimbang.
Prinsip-prinsip hukum islam yang di jadikan landasan idiil
dalam hukum islam yaitu:
1. Prinsip
dalam berfikir (tauhidullah)
2. Prinsip
kemanusiaan (insaniyah)
3. Prinsip
toleransi (tasamuh)
4. Prinsip
tolong menolong (ta’awun)
5. Prinsip
berinteraksi (silaturahmi baina an-nas)
6. Prinsip
keadilan (al-mizan)
7. Prinsip
kemaslahatan umum (al-mashalih al-‘amah)
Pembagian atau pembidangan fiqh secara sistematis adalah
sebagai berikut:
Bab tentang ibadah meliputi kitab-kitab berikut.
1. Kitab
penyucian (Kitab Ath-Thaharah)
Dalam
kitab ini di bahas tentang pembagian dalam penyucian itu sendiri yaitu
penyucian dari dosa dan penyucian dari segala hadas dan segalan yang najis. Dan
pula di jelaskan metode dalam pelakukan penyucian.
2. Kitab
Shalat
Dalam
kitab shalat ini di sebutkan shalat-shalat wajib, shalat mengelilingi kabah
atau shalat thawaf, shalat-shalat sunnah serta sifat-sifat shalat.
3. Kitab
Zakat
Dalam
kitab zakat di jelaskan pengertia zakat, macam-macam Zakat serta waktu dalam
pembayaran zakatnya.
4. Kitab
Puasa
Dalam
buku dijelaska pengertian puasa, landasan pelaksanaan ibahah puasanya yaitu
berlandaskan pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 187 dan dijelaskan juga
hal-hal apa saja yang akan membatalkan puasa itu.
5. Kitab
Haji
Di
dalam buku khususnya dalam penjelasan tentang kitab haji di sebutkan tentang
syarat-syarat haji,, rukun-rukun haji serta dijelaskan juga tat cara haji.
6. Kitab
Umrah
Dalam di buku
di jelaskan umrah adalah haji kecil bagi mereka yang sedang melaksanakan haji
diwajibkan untuk melaksanakan haji umrah terlebih dahulu.
Bab tentang akad atau perjanjian meliputi kitab pembahasan
sebagai berikut:
1. Kitab
Muamalah
2. Kitab
Bangkrut (Muflis)
3. Kitab
Larangan (Hajr)
4. Kitab
Pertanggungjawaban (Diman)
5. Kitab
Perdamaian (Diman)
6. Kitab
Kongsi (Syarikat)
7. Kitab
kongsi modal dan buruh (Mudarabah)
8. Kitab
kongsi Pertanian (Mazara’at dan musaqat)
9. Kitab
keparcayaan ( Wadi’ah)
10. Kitab
Peminjaman (Ariyan)
11. Kitab
sewa (Ijarah)
12. Kitab
Wakil (Wakalah)
13. Kitab
Waqah dan Shadaqah
14. Kitab
sumbangan sementara (Sukna dan Habs)
15. Kitab
Pemberian (Hibah)
16. Kitab
Kehendak (Wasiyat)
17. Kitab
Perkawinan (Nikah)
18. Kitab
Pemerdekaan (Itq)
19. Kitab
Berburu dan menyembelih (Sayd dan Thibh)
20. Kitab
Makanan dan Minuman
21. Kitab
penyelewengan (Ghasb)
22. Kitab
barang temuan (Luqathah)
23. Kitab
Warisan
24. Kitab
Arbitrasi (Qadha)
25. Kitab
Kesaksian
26. Kitab
Kejahatan (Hudud dan Ta’zir)
27. Kitab
Retalisasi/Pembalasan (Qishash)
28. Kitab
Ganti Rugi Keuangan (Diyah)
D.
PENGERTIAN USHUL FIQH
Kata ushul fiqh terdiri dari dua kata yaitu ushul yang
berarti sumber atau dalil dan fiqh yang
artinya mengetahui hukum-hukum syara tentang perbuatan umat manusia.
Jadi ushul fiqh dapat di artikan ilmu pengetahuan yang
objeknya adalah dalil hukum atau sumber hukum dengan mendalam dan metode
penggaliannya.
E.
KEGUNAAN USHUL FIQH
Kegunaan menpelajari ushul fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syariat
islam dengan jalan yakin atau dengan jala Zhan (perkiraan) untuk menghindari
Taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui alasan-alasnnya.
F.
HUBUNGAN USHUL FIQH DAN LOGIKA
Ilmu-ilmun yang sangat berhubungan dengan ushul fiqh ialah sebagai
berikut.
1.
Ilmu Tauhid
2.
Bahasa Arab
3.
Filsafat
G.
HUBUNGAN ANTARA ILMU USHUL FIQH DAN ILMU FIQH
Ilmu ushul fiqh memainkan peran logika dalam
hubungannya dengan ilmu fiqh. Hubungan antara keduanya adalah antara teori dan
aplikasinya. Karena ilmu ushul membahas
tentang teori-teori umum dengan menerapkan unsur-unsur umum dalam proses
deduksi, sementara ilmu fiqh mengaplikasikan teori dan unsur umum itu pada
unsur khusus (dalam kehidupan) yang berbeda-beda dari satu masalah kemasalah
lain.
BAB II
Sejarah
Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh Serta Objek Kajiannya
A.
SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH DAN USHUL FIQH
Pada zaman Rasulullah
SAW ushul fiqh belum menjadi sebuah disiplin ilmu, tetapi baru merupakan
ide dasar lahirnya ushul fiqh. Berdasarkan uraian yang ada di buku dapat
disimpulkan bahwa kitab Ar-Risalah merupakan kitab pertama yang tersusun secara
sempurna dalam ilmu ushul fiqh. Tersusun dengan metode, objek pembahasan dan
permasalahan tersendiri tanpa terikat dengan kitab-kitab fiqh manapun.
Perkembangan ushul fiqh dibagi menjadi 3 tahapan yaitu:
1.
Tahap Awal (abad ke-3 H)
2.
Tahap perkembangan (abad ke-4 H)
3.
Tahap Penyempurnaan (abad ke-5 H)
B.
OBJEK KAJIAN USHUL FIQH
Objek kajian
ushul fiqh ada lima, yaitu:
1.
Pembuat hukum islam (Al-Hakim) yakni Allah SWT.
2.
Sumber hukum
ajaran islam.
3.
Orang yang menjadi objek sekaligus sebagai
subjek (mukallaf).
4.
Landasan amaliyah para mukallaf.
5.
Metode yang digunakan untuk mengeluarkan
dalil-dalil dalam sumber hukum islam.
C.
ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQH
Ada dua aliran dalam ushul fiqh. Dua aliran ini lahir
karena adanya perbedaan metode dalam membangun teori ushul Fiqh. Aliran pertama
disebut aliran Syafi’iyah dan jumhur mutakallimin (ahli kalam), dan aliran
kedua yaitu aliran fuqaha.
Aliran pertama membangun ushul fiqh secara teoritis
murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan.
Aliran kedua, aliran kedua dalam menyusun teorinya
banyak di pengaruhi oleh furu yang ada dalam mazhab mereka.
D.
SUMBER HUKUM ISLAM
1.
Wahyu Al-Quran
Sumber utama hukum Islam adalah Al-Hakim atau
Asy-Syari’ yang menciptakan atau menurunkan hukum syara’, artinya sumber dari
segala sumber hukum Islam adalah Allah SWT. Dengan cara meyakini bahwa yang
diciptakan dan diturunkan-Nya merupakan wahyu yang terbebas dari campur tangan
makhluk-Nya. Wahyu yang dijaga dan dipelihara secara langsung oleh Allah SWT.
2.
As-Sunnah
Membahas As-Sunnah berarti membahas tentang nabi
Muhammad SAW serta membicarakan sejarah lahirnya As-Sunnah yang sebelumnya diketahui melalui Al-Hadits
atau Al-Khabar.
3.
Ijma’
Tidak salah jika ada fuqaha yang menyatakan bahwa ijma
merupakan sumber hukum islam, karena ijma yang dimaksud adalah produk
kesepakatan ulama yang sudah menjadi dalil dalam pelaksanaan hukum islam.
4.
Qiyas
Qiyas di artikan ukuran sukatan, timbangan dan lain-lain yang searti
dengan itu atau pengukuran sesuatu
dengan yang lain (pembandingan) atau
penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya.
5.
Ijtihad
Secara etimologi kata ijtihad artinya kesulitan dan
kesusahan (al-masyaqqah), juga di
artikan dengan kesanggupan dan kemampuan
(ath-thaqat). Menurut istilah ijtihad ialah menggunakan seluruh
kesanggupan untuk menetapkan hukum-hukum syariat dengan jalan mengeluarkannya
dari Al-Quran dan As-Sunnah.
6.
Ar-Ra’yu
Ada dua sumber utama huku islam, (1) an-naql, yakni
sumber-sumber riwayat, seperti dari Al-Quran dan As-Sunnah ; (2) ar-ra’yu atau
al-aql, sumber-sumber dirayah, yang di dasarkan pada pemikiran rasional para
ulama mujtahidin, sebagaimana ijma’, qiyas, ijtihad, dan mashalih al-mursalah.
BAB III
Konsep Ushul Fiqh tentang Hukum Islam
A.
KONSEP HUKUM, MAHKUM FIH, DAN MAHKUM ALAIH
Dalam konsep ilmu ushul Fiqh, hukum di bagi menjadi du
macam, yaitu: hukum taklifi dan hukum wadh’i. Secara terminologis hukum adalah
kitab Allah yang berhubungan manusia dalam bentuk al-iqtida, at-takhyir dan
al-wadh’i.
Mahkum fih adalah hukum taklifi, yakni perbuatan yang dihukumkan.
Perbuatan yang di hukumkan adalah hasil dari pemaknaan dan pengungkapan dari
maksud-maksud yang terkandung di dalam nash Al-Quran maupun Al-Hadits.
B.
KONSEP AL-HAKIM
Dalam konsep hukum islam, pembahasan hukum meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
istilah hukum, hakim, mahkum fih, dan mahkum alai, sebagaimana telah dijelaskan
di dalam buku mengenai hukum, hakim, mahkum fih, dan mahkum alai. Hakim yaitu
pihak yang menetapkan hukum atau pembuat hukum. Dalam prinsip hukum islam hakim
yaitu Allah SWT.
BAB IV
Konsep ushul fiqh tentang Pemaknaan
Kalimat dan Dilalahnya
A.
KALIMAT UMUM DAN KHUSUS (‘AM DAN KHAS)
1.
Ciri-ciri Lafazh Umum
Kalimat umum atau am yaitu kalimat yang digunakan
untuk mencakup seluruh bagiannya. Kalimat-kalimat yang tergolong memiliki makna
yang umum ada tujuh sebagai berikut:
1.
Isim istifham yang digunakan untuk bertanya
2.
Isim Syarat seperti digunakan kata man, ma dan
ayyun
3.
Lafazh kullun, jami’un, ma’syar, kaffah (artinya
seluruhnya)
4.
Isim mufrad yang dima’rifahkan oleh alif lam
5.
Jama yang di ma’rifahkan oleh alif lam atau
dengan idhafah
6.
Isim nakirah dalam susunan nafi (inkar)
7.
Isim maushul.
2.
Lafazh umum karena sebab yang khusus
Lafazh yang umum dengan sebab yang khusus adalah
memandang peristiwa atau kejadian yang khusus tetapi memiliki maksud yang umum.
Pemaknaan umum dalam kata di atas bukan pada kejadiannya melainkan pada kalimat
yang digunakan.
3.
Menyebutkan Sebagian Isi Lafazh Umum yang Sama
Hukumnya
Ulama ushul menetapkan kaidah yang telah diartikan
dalam bahasa indonesia “menyebutkan sebagian satuan kata yang umum yang sesuai
hukumnya dengan lafazh yang umum tersebut, tidak berarti mengkhususkannya.
B.
KHAS, TAKHSIS DAN MUKHASSIS
Khas ialah suatu lafazh yang digunakan untuk menunjukkan
satu materi tertentu, baik berupa benda mati atau benda benda bergerak.
Takhsis ialah menyebut sebagian benda dari yang umum
atau mengeluarkan satuan-satuan materidari yang umum, sedangkan satuan lainnya
belum atau tidak di sebutkan. Dengan demikian, keumumannya masih berlaku bagi
satuan yang tersisa.
Mukhassis ialah dalil yang menjadi dasar atau hujjah
dikeluarkannya satuan dari yang umum
1.
Pembagian Mukhasis
Mukhassis di bagi menjadi dua :
a.
Mukhassis muttasil yaitu mukhasis yang tidakdapat
berdiri sendiri, tetapi pengertiannya selalu berhubungan dengan dalil. Yang
termasuk mukhasis muttasil ialah:
1)
Istisna muttasil
2)
Syarat
3)
Sifat
4)
Ghayah
5)
Badal ba’dhu min kull (sebagian sebagai
pengganti keseluruhan)
b.
Mukhassis munfasil yaitu mukhassis yang dapat
berdiri sendiri. Yang termasuk mukhassis munfasil ialah:
1)
Peraturan-peraturan syariat yang umum.
2)
Urf (adat Kebiasaan)
3)
Nash-nash hukum syara
2.
Syarat-syarat sahnya istisna
Menurut Hanafi ada dua syarat sahnya istisna
yaitu
a)
Dalam mengucapkan istisna antara mustasna dan
mustasna minhu harus bertemu. Bentuk berhenti sebentar, pernyataan orang lain
dan keadaan lain yang menurut kebiasaan tidak memutuskan pembicaraan, tidak
dianggap membatalkan sahnya istisna.
b)
Mustasna tidak menghabiskan mustasna minhu.
Pengecualian yang menghabiskan adalah batal.
3.
Istisna dari kalimat ingkar dan kalimat positif
Contohnya: Tidak ada tuhan, kecuali
Allah. Tidak adatuhan adalah kalimat ingkar, pengecualiannya (istisna)
menetapkan adanya tuhan yaitu Allah.
4.
Istisna dengan waw’athaf
Menurut pendapat imam Syafi’i imam
Malik dan imam Ahmad istisna sesudah beberapa jumlah yang bersambung-sambung.
Istisna itu kembali kepada semua jumlah (jumlah yang Terakhir)
5.
Syarat
Syarat dibagi dua:
a.
Syarat tunggal seperti jika telah wudhu, kamu
bersih dari najis.
b.
Syarat terbilang yaitu suatu hal yang harus
menyatu, jika kamu rajin belajar maka kamu akan pintar
6.
Sifat
Sifat disebut dibelakang dengan satu
lafazh atau beberapa lafazh.
7.
Ghayah
Ghayah adalah penghabisan sesuatu
yang mengharuskan tetapnya (ghayah) dan tidak adanya hukum bagi sesudahnya.
Adapun mughayah ialah lafazh yang jatuh sesudah ghayah. Ghayah ada dua yaitu
hatta (sehingga) dan ila (sampai).
8.
Badal
Dalam ilmu nahwu badal (pengganti)
yang bisa men-takhsis-kan hanya badal badhi minkullin.
9.
Mukhassis Munfasil
Mukhassis Munfasil berkaitan dengan
dasar hukum yang umum, artinya berbagai taklif yang tidak ada pengecualiannya,
sebagaimana taklif berlakunya beban hukum untuk semua mukallaf. Dengan demikian
anak kecil, orang gila, dan orang yang sedang tidur tidak terkena taklif.
Karena bukan mukallaf.
10. Pelaksanaan
Takhsis
Pelaksanaan takhsis ada beberapa
macam yaitu:
a.
Takhsis Al-Quran oleh Al-Quran
b.
Takhsis Al-Quran oleh Hadits
c.
Takhsis Hadits oleh Al-Quran
d.
Takhsis Hadits oleh Hadits
e.
Takhsis dengan Ijma’
f.
Takhsis dengan qiyas
g.
Takhsis dengan pendapat Sahabat
BAB V
Kaidah-kaidah
Istinbath Hukum
A.
PENGERTIAN AL-AMR (PERINTAH)
Al-amr artinya perintah atau tuntutan perbuatan dari
seorang yamg lebih tinggi tingkatanya kepada orang yang lebih rendah
tingkatannya
B.
MAKNA-MAKNA AL-AMR
Makna-makna amr adalah sebagai
berikut:
1.
Menunjukkan wajib
2.
Menunjukan anjuran
3.
Perintah bermakna irsyad atau petunjuk
4.
Perintah bermakna doa
5.
Perintah bermakna iltimas
6.
Perintah bermaknatamanni (berangan-angan)
7.
Perintah bermakna takhyir (menyuruh memilih)
8.
Perintah bermakna taswiyah (mempersamakan)
9.
Perintah bermakna ta’jiz (melemahkan)
10. Perintah
bermakna tahdid (ancaman)
11. Perintah
bermakna ibadah
C.
KAIDAH-KAIDAH LAIN DARI AL-AMR
1.
Perintah tidak perlu diulang-ulang
2.
Perintah diulang-ulang
3.
Perintah tidak berlaku sesegera mungkin
4.
Perintah menghendaki kesegeraan
5.
Objek perintah dan medianya
6.
Perintah Al-Qadha dengan Amr yang baru
7.
Qadha dengan perintah pertama
8.
Perintah setelah larangan
D.
PENGERTIAN AN-NAHYU (LARANGAN)
Nahyu artinya larangan. Menurut istilah hukum islam, nahyun ialah
tuntutan untuk meninggalkan perbuatan
dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih tinggi
tingkatanya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.
E.
MACAM-MACAM MAKNA AN-NAHYU
1.
Mahyun menunjukan haram
2.
Larangan berarti makruh
3.
Larangan berarti doa
4.
Larangan berarti iltimas (permohonan dari
seseorang kepada orang lain yang tingkatanya sama)
5.
Larangan berarti irsyad (petunjuk)
6.
Larangan berarti tahdid (ancaman)
7.
Larangan berarti tais (memutusasakan)
8.
Larangan bermakna taubikh (teguran)
9.
Larangan bermakna angan-angan atau tamanni
F.
MASA BERLAKUNYA LARANGAN
Larangan ada dua jenis yaitu larangn yang mutlaq dan larangan yang
muqayyad. Larangan mutlaq berlaku selamanya sedangkan larangan muqayyad
bersifat temporer.
BAB VI
Mutlak dan
Muqayyad
A.
PENGERTIAN MUTLAQ DAN MUQAYYAD
Muthlaq adalah memahami lafadz sesuai dengan makna tekstualnya yang
tidak terdapat pembatasan makna di dalamnya.
Muqayyad adalah kata yang menunjukan hakikat sesuatu yang dipersempit
atau di batasi oleh pembatasan tertentu.
B. HUKUM
MUTHLAQ DAN MUQAYYAD
Hukum bagi yang muthlaq dan yang
muqayyad adalah sebagai berikut:
1.
Hukumnya sama yaitu yang muthlaq dibawa kepada
yang muqayyad.
2.
Berbeda dengan hukum dan sebabnya, muthlaq dan
muqayyad tetap pada tempatnya sendiri. Muqayyad tidak menjadi penjelas bagi
muthlaq.
3.
Berbeda hukum tetapi sebabnya sama.
4.
Berisi hukum yang sama tetapi berlainan
sebabnya.
BAB VII
Mujmal dan
Mubayyan
A.
PENGERTIAN MUJMAL DAN MUBAYYAN
Mujmal ialah
suatu perkataan yang belum jelas maksudnya dan untuk mengetahuinya diperlukan
penjelasan dari yang lain, dengan kata lain kandungan maknanya masih global dan
memerlukan perincian.
Mubayyan
adalah suatu perkataan yang jelas maksudnya tanpa memerlukan penjelasan dari
yang lainnya.
BAB VII
Muradif dan Musytarak
A.
PENGERTIAN MURADIF DAN MUSYTARAK
Muradif ialah lafazhnya banyak sedangkan artinya sama
(sinonim)
Musytarak ialah satu lafazh mempunyai dua arti yang
sebenarnya dan arti-arti tersebut berbeda-beda.
B.
PENYEBAB ADANYA LAFAZH MUSYTARAK
Penyebab adanya kata yang bersifat musytarak yaitu:
1.
Karena bangsa Arab terbagi atas berbagai suku.
2.
Antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang
sama (membuat bingung)
3.
Berubahnya arti dari suatu lafazh, karena
mengikuti zaman.
BAB IX
Ijtihad,
Ittiba, Taqlid dan Tarjih
A. PENGERTIAN
IJTIHAD
Dapat disimpulkan bahwa ijtihad adalah:
1.
Pengarahan akal pikiran para fuqaha atau
ushuliyyin.
2.
Penggunaan akalnya dengan sungguh-sungguh karena
adanya dalil-dalil yang zhanni dari Al-Quran dan Al-Hadits.
3.
Berkaitan dengan hukum syar’i yang amaliah.
4.
Penggalian kandungan hukum syar’i dengan
berbagai usaha dan pendekatan.
5.
Dalil-dalil yang ada dirinci sedemikian rupa
sehingga hilang kezhaiannya.
6.
Hasil Ijtihad berbentuk Fiqh sehingga mudah
diamalkan.
B.
PENGERTIAN ITTIBA’
Itiba artinya menerima perkataan
orang lain dan mengetahui alasan-alasannya.
C.
PENGERTIAN TAQLID
Taqlid berasal
dari kata qalada yuqalidu taqlidan artinya meniru, menyerahkan, menghiasi dan
menyimpangkan. Secara istilah taqlid ialah mengikuti pendapat orang lain, tanpa
mengetahui sumber atau alasanya.
D.
HUKUM BERTAQLID
Dasar hukum bertaqlid adalah haram, karena Allah SWT. Menciptakan
manusia berikut dengan akalnya. Akan tetapin kemampuan manusia berbeda-beda
dalam dalam menggunakan akalnya, dalam kondisi tertentu hukum bertaqlid dapat
berubah bahkan hukumnya menjadi boleh atau mubah. Jika demikian hukum asal kedua
dari bertaqlid adalah mubah.
E. ALASAN-ALASAN BOLEHNYA TAQLID
Alasanya adalah:
1.
Orang awam (orang biasa) yang tidak mengerti
cara-cara mencari hukum syariat. Ia boleh mengikuti pendapat orang pandai dan
mengamalkanya.
2.
Orang yang tunarungu, tunawicara dan orang yang
buta yang sangat tidak memungkinkan mempelajari secara sempurna tentang
penggalian syariat islam, bahkan bertaqlid saja, ia kesulitan mencari orang
yang harus ditaqlidnya.
BAB X
Tarjih
A.
PENGERTIAN TARJIH
Tarjih ialah menguatkan salah
satu hukum atas hukum lainnya. Sehubungan tidak semua syariat Islam didasarkan
kepada dalil yang qath’i, cara untuk menetapkan kepastian hukumnya adalah
dengan melakukan tarjih. Terlebih lagi, jika ada dua dalil yang kelihatannya
berlawanan.
B. SYARAT-SYARAT
TARJIH
Tarjih dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Adanya dalil-dalil yang berlawanan sama
kekuatannya.
2.
Sama hukumnya, bersatu pula waktu, tempat
maudhu’ (pokok’ kalimat-subjek), mahmul (predikat) dan keseluruhan atau
sebagian.
C.
CARA-CARA TARJIKH HADIS-HADIS YANG TA’ARUDH
Cara-cara me-tarjih hadits-hadits yang ta ‘arudh ada empat
cara yaitu:
1.
Meneliti sanadnya
2.
Meneliti rawinya
3.
Meneliti matannya
4.
Memperhatikan madhul-Nya
5.
Meneliti sebab wurud-Nya dan
6.
Memahami makna-makna kontekstualnya
c.
Evaluasi
Buku :
Setelah saya membaca dan mereview
buku yang berjudul “Fiqh dan Ushul Fiqh” terdapat beberapa kekurangan dan
kelebihan didalamnya yang pertama saya akan membahas kelebihan dari buku ini,
Kelebihan buku dari segi materi buku ini baik karena dalam buku ini materi yang
di sampaikan sangat terperinci, dan cukup jelas, materi dalam buku ini juga
sesuai dengan meteri yang di ajarkan di perkuliahan.
Kekurangan dari buku ini adalah adanya
beberapa kata yang sukar untuk di mengerti sehingga dapat membingungkan pembaca
bila tidak cermat dalam membacanya.
d.
Kesimpulan : buku ini baik sebagai buku
pegangan kita di perkuliahan yang isinya dijelaskan dengan terperinci dan
sesuai dengan kurikulum atau silabus dalam perkuliahan.
BIOGRAFI
PENULIS
BENI AHMAD
SAEBANI, lahir di subang pada tanggal 21 april 1968. Pendidikan dasarnya
diselesaikan pada tahun 1980 di SDN V Pamanukan–Subang. Kemudian, thalabul
‘ilmi di Pomdok Pesantren Persatuan Islam Benda-Tasikmalaya pada tahun 1980-1983.
Pada tahun 1984-1987 kembali thalibul ilmi di Madrasah Aliyah Darul ma’arif
Subang. Kemudian, pada tahun 1987-1991 menyelesaikan kuliah sarjananya di
jurusan Tafsir-Hadits fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pada
tahun 1999, penulis melanjutkan kuliah di program pascasarjana Universitas
Padjadjaran (UNPAD) Bandung dalam bidang kajian umum sosiologi-Antropologi.
Selesai dengan gelar magister sains pada tahun 2002.
Dalam
aktifitas intelektualnya, penulis mulai tahun 1991 sampai dengan sekarang
menjabat sebagai Dosen Tetap di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Aktif dalam lembaga swadaya masyarakat civic
education centre (CIC) sebagai direktur bidang sosial politik. Selain sebagai
pengajar di UIN Bandung, penulis menjabat sebagai ketua bidang pemberdayaan
dosen dan pusat pengembangan mutu akademik (PPMA) UIN sunan gunung djati
bandung, buku yang telah di terbitkan adalah sosiologo hukum (2007)oleh pustaka
setia; sosiologi agama: kajian tentang perilaku institusiaonal dalam beragan
anggota persatuan islam dan nahdlatul ulama (2007) oleh rafika aditama;
perkawina dalam hukum islam dan undang-undang oleh pusaka setia; buku-buku yang
insya Allah akan di terbitkan oleh pusaka setiab adalah filsafat hukum islam,
filsafat ilmu, filsafat Umum, Fiqh munakahat, fiqh mawarits, pengantar fiqh
siyasah dan fiqh ushul fiqh.
BIOGRAFI
PENULIS
Drs. H.
Januri, M.Ag . Nama lengkapnya Muh. Fauzan Zaenuri. Kelahiran majalengka, 05
juni 1965. Memperoleh gelar sarjana lengkap Syari’ah Jurusan Pidana Perdata
Islam IAIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 1999 dengan skipsi konsep
pengangkatan pemimpin menurut imam Al-mawardi, S2 diperoleh di IAIN Sunan
Gunung Djati Bandung, study hukum dan pranta sosial islam tahun 2002 dengan
tesis teori integrasi kalam, fiqh, dan tasawuf dalam perspektif hukum islam
menurut imam Al-Ghazali dan sekarang sedang menyelesaikan program S3 study
hukum dan pranat sosial islam di universitas negeri “SGD” Bandung. Mengikuti
berbagai pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh KUKM provinsi Jawa
Barat, Lembaga pemerintahan dan LSM lainya. Dosen pembina mata kuliah Fiqh,
ushul fiqh dan kaidah fiqh di fakultas Syariah dan hukum universitas islam
negeri Sunan Gunung Djati Bandun. Melakukan berbagai penelitian ilmiah, menulis
artikel dan buku. Mengikuti seminar-seminar nasional, aktivis intra dan ekstra
kampus, pendiri dan pemimpin pondok pesantren al-muhajirin, anggota dewan fatwa
MUI pusat tahun 2008, ketua bidang BAZDA Jawa Barat tahun 2008, Anggota MUI
Jawa Barat tahun 2000, ketua PS dan ELDAPSI Jawa Barat tahun 2005, kabid da’wah
dan tarbiyah PW.PUI Jawa Barat tahun 2007, ketua koperasi intisabi privinsi
Jawa Barat tahun 2008, ketua BMT Bani Hasyim 2008, sekretaris jurusan jinayah dan
siyasah tahun 2001 sampai sekarang, staf pengajar di STAIN Siliwangi dan PTAIS
lainnya, disamping juga aktif di berbagai organisasi dan lembaga sosial
kemasyarakatan lainnya juga sebagai da’i/penceramah di berbagai kalangan
masyarakat sampai sekarang ini.